Powered By Blogger

GLamee Story of Aizee


Kamis, 02 Februari 2012

Pre Novel *Surat Ke-2 dari Merlin


12.53 AM
Aku melirik angka penunjuk waktu di sudut kanan layar komputerku. Sudah tengah malam. Suasana telah berganti sunyi. Sunyi sekali. Aku sedikit membenci suasana mencekam yang sebenarnya tidak menyeramkan, tapi disulap dengan baik oleh daya imajinasiku yang luar biasa menjadi sesuatu yang tidak jauh dari kata “menyeramkan. Tak perlu bersusah payah, sinsalabin abrakadabra, kemudian hayalan-hayalan tolol segera menari-nari dibenakku.
Semuanya berawal dari suara beberapa orang yang terdengar dari kejauhan. Mereka bicara apa aku juga tidak tahu, suara mereka sungguh membuat bulu kudukku berdiri. Sekalipun mereka manusia tulen, suara samar-samar mereka tak jauh beda dengan sesuatu. Aku tak berniat memperjelas nama ‘sesuatu’ itu.
Aku tidak habis pikir, sudah begitu larut, mereka masih saja berkeliaran di luar rumah. Aku tak bermaksud mengeluarkan argument negatif tentang cara hidup beberapa orang di luar sana, hanya saja keadaan mendorongku berargument seperti itu.
“Seharusnya aku telah berada di alam mimpi” batinku.  Kesunyian yang semakin terasa membuat nyaliku semakin ciut. Aku beralih memeluk guling dan berusaha memejamkan mata. Sedetik, dua detik, tiga detik, selebihnya mataku kembali say hello.  Siapa yang bisa disalahkan jika keadaannya seperti ini, aku, tubuhku, atau mungkin mataku, atau ku jatuhkan saja ‘pikiran’ sebagai dalang dari semuanya?. Hah. Entahlah.
Tiba-tiba aku teringat akan email yang aku terima beberapa hari lalu. Email tersebut telah ku baca, tapi belum sempat ku balas. Belakangan urusan kampus lumayan mencuri fokusku. Mau tidak mau semua hal wajib diselesaikan dalam waktu singkat. Berhubung rasa ngantuk belum memenuiku, aku memanfaatkan waktu yang kumiliki untuk membalas email yang kuterima.
Aku mendekati notebook yang sedari tadi ku biarkan menyala. Layarnya yang terang benderang seakan jadi teman terbaik yang akan menemani mataku. Satu persatu folder ku buka, dan berlabuh di sebuah folder dengan rename “galadear”.  Perlahan jemariku menyentuh permukaan keyboard, dan untuk beberapa waktu ku biarkan diriku terhanyut.

Padang, 31 Januari 2012
Dear my best friend..
Kau menepati janjimu sobat…
Tadinya aku khawatir komunikasi kita akan terputus begitu saja.Tapi emailmu ini datang menegurku dan berhasil mengusir pikiran buruk yang sempat terlintas dibenakku.
Kejutan yang sungguh menyenangkan… ^_^
Aku telah membaca emailmu dengan baik sebelum menuliskan balasannya, dan kata yang ingin sekali aku katakan padamu adalah “woooow…..mengagumkan…!!!!!”
Kau berhasil membuaku gigit jari karena iri. Entahlah. Aku bingung mengekspresikan apa yang kurasakan saat membaca kata demi kata yang tertera. Bandung, ITB, kost-an, makanannya, tempat-tempat yang kau kunjungi, caramu menggambarkan kehidupanmu disana dan semua cerita menarik yang kau jabarkan membuatku pangling sendiri saat menuliskan balasan untukmu.
Aku kageet…????? --------- iyaaaa
Aku takjub…???? ---------- iyaaaa
Aku penasaran…??? ------ bgd malah….!! Hahahahaha…
Aku ingin kesana…???? ------ huaaaaa dengan senang hati aku akan langsung bilang “iyaaaaa”. Kau berhasil melipat gandakan keingintahuanku. Benarkahkah semenyenangkan itu???
Apa lagi hal baru yang kau temukan disana??? Sungguh, aku penasaran sekali.
Dan lagi, mengenai kampusmu, aku acungkan empat jempol untuk karyawan bagian tata usaha yang ada disana. Baguslah jika mereka bisa bersikap ramah seperti yang kau katakan. Aku juga berharap hal yang sama juga bisa berlaku disini, bukannya bertemu dengan muka masam yang menyebalkan. Huh.
Dua hari yang lalu aku mendatangi bagian kemahasiswaan. Kau masih ingat Bapak yang pemarah, cuek dan nyebelin di ruangan itu??? meja kerjanya di depan Ibuk yang mengurus legalisir ijazah, aku harap kau masih ingat. Aku benar-benar kesal padanya, bahkan sangat kecewa dengan pelayanan terhadap mahasiswa yang dia berikan.
Sebelum penyerahkan paket wisuda ke bagian BAAK, ada surat dari PD III yang ku butuhkan. Surat yang mesti dibubuhi tanda tangan PD III telah ku berikan kepadanya, dia menyuruhku kembali dan mengambilnya jam 2 siang. Saat itu pukul 12.00 wib. Berarti ada dua jam lagi waktu yang mesti ku lalui untuk menunggu. Meskiun capek, lelah, bosan dan malas yang sudah memuncak karena menunggu terus, aku tetap bertahan. Singkat cerita aku kembali kesana tepat pada waktu yang telah dia katakan.
Aku masuk lagi ke ruangan yang seakan jauh dari aura baik itu dengan semangat baru. Sekalipun pelayanan yang diberikan sering mengecewakan, aku berharap aku beruntung saat itu. Sesopan mungkin aku memulai pembicaraan dan bertanya mengenai surat yang dia janjikan. Aku juga tersenyum padanya, siapa tahu senyuman bisa sedikit mencairkan suasana tegang yang dia perlihatkan saat aku masuk. Perlakuan yang tak seharusnya ku dapatkan. Sungguh menyebalkan.
Setelah aku bertanya nasib suratku, tanpa memberikan jawaban terlebih dahulu dia bangkit dari tempat duduknya menuju meja kerja di sudut ruangan. Dia kembali dengan sebuah buku yang disela-sela lembarannya terdapat surat. Sekali lagi tanpa bicara dia membolak balik lembaran buku tersebut dan mengeluarkan lembaran surat.
Aku tersenyum puas. “Setidaknya rasa lelahku menunggu dan kesabaranku dari tadi membuahkan hasil”, batinku. Masih di menit yang sama, senyum yang tadinya menghiasi wajahku mendadak kabur. Dengan santainya Bapak itu bilang “belum di antar ke Bapak PD III, beliau pergi. Jemput besok pagi”.
Aku kesal separuh mati rasanya. Dia berkata tanpa rasa bersalah. Dia membuang waktuku saja. Aku capek, aku lelah, berharap kesabaranku berbuah manis ternyata malah dikecewakan. Dengan rasa kesal yang membubung tinggi aku keluar dari ruangan, tapi yang jauh lebih membuatku ingin mencekik Bapak itu, ternyata Bapak PD III berada di ruangan kerjanya. Keterlaluan sekali. Telah membuatku menunggu, mengecewakanku, dan sekarang membohongiku pula.
Aku telah memastikan rasa lapar menjauh dariku sebelum melangkah lagi kesana, tapi emosiku serasa sama hebatnya saat masalah datang bersamaan dengan rasa lapar yang hebat. Aku menggerutu, mengupat-ngupat menahan emosi. Hal yang sama juga dialami oleh Mimin, Zuzu dan Yasni. Lebih tepatnya aku mengurus semuanya barengan dengan mereka.
Itulah pelayanan hebat yang kudapatkan dari pihak kemahasiswaan di kampus. Berbeda jauh dengan apa yang kau dapatkan di ITB.
Sebaiknya aku membahas yang lain denganmu, semakin banyak menceritakan kekecewaan yang ku dapatkan di kampus hanya akan membuat emosiku menjadi buruk lagi.


Oooiyaaaaaa…
Sebelumnya kau bilang padaku, kau menyukai salah seorang dosen disana, bahkan mengharapkan sesuatu yang jahil jika dia lebih muda 20 tahun. Hahahahahah…
Aku tidak akan berkomentar buruk mengenai hal itu, karena aku juga pernah punya pikiran seperti itu saat bertemu dengan seseorang yang jauh lebih tua dariku, yang memiliki kepribadian yang kharismatik, mempesona dengan kepintaran dan keramahannya, didukung lagi dengan parasnya yang tak kalah main dengan anak muda tampan yang pernah kulihat. Bahkan aku bersedia jadi istrinya. Hihihi.
Aku jadi teringat akan konflik yang dihadapi oleh Miss Indonesia dengan sang ayah karena memilih tambatan hati 15 tahun lebih tua darinya. Lagi dan lagi pria yang jauh lebih tua semakin banyak berhasil menggaet hati para wanita muda….. hehehehhe…(imbas nonton gosip)…
Sekedar melepas rasa penasaranku saja, siapa teman dekatmu disana????
Seperti apa dia???? apa dia menyenangkan seperti kami…??? Hihihiihihi (membanggakan ijo tentara)
Saat mengantarmu di hari keberangkatanmu, sebenarnya banyak hal yang ingin ku katakan padamu. Tapi melihatmu terburu-buru, aku kehilangan semua hal yang ingin ku sampaikan. Satu hal yang masih ku ingat dengan baik “aku berharap aku dan anak-anak ijo masih berada di tempat yang sama dihatimu meskipun nantinya kau menemukan teman yang baru disana”.
Dalam hidup aku paling benci menjadi orang yang meninggalkan, tapi jauh labih benci lagi menjadi orang yang ditinggalkan. Hari itu aku ingin memelukmu lebih lama. Aku ingin tertawa bersama. Aku berharap waktu bisa berhenti sesaat, agar aku bisa lebih lama bersamamu.
Aku tidak mampu membohongi hatiku. Aku sangat sedih saat mengantarmu. Tapi aku tidak mau air mataku berlaku bagai batu yang menghalangi jalanmu. Aku melihatmu hingga kau masuk dan perlahan menghilang dari penglihatanku. Ternyata begitu menyakitkan rasanya.
Sebagai sahabat, aku juga takut kehilangan sahabatku, aku takut sahabatku menemukan orang baru yang jauh lebih mengerti dirinya dan akhirnya melupakanku.
Aku bahagia melihatmu bahagia. Semoga kesuksesan yang selama ini kau impikan bisa kau wujudkan. Aku menanti hari dimana aku bisa melihatmu lagi. Dimana saat itu kau telah menjadi seorang wanita yang hebat, yang lebih bijak dan jauh lebih dewasa.
Aku juga sangat merindukanmu sayang. Sahabat mana yang tidak akan merindukan sahabatnya. Adakalanya jauh dari sahabat dan tidak bertemu dengannya dalam kurun waktu yang cukup lama mengundang kerinduan yang jauh lebih besar dari pada kerinduan yang dirasakan terhadap pacar.
Semoga kau baik-baik saja disana. Kau gadis yang menyenangkan selama tidak terjerat akan cinta. Semoga kau tetap menjadi gadis yang menyenangkan meskipun nantinya kau menemukan someone disana.
Aku akan selalu merindukanmu…..
Ku tunggu balasan darimu……

Nb:     Kemaren aku dan Adel chattingan, aku menceritakan mengenai suratmu padanya. Dia juga menanyakan banyak hal tentangmu padaku. Aku tidak menjabarkan apa yang dia tanyakan di surat ini. Setelah ku pikir-pikir, akan jauh lebih menyenangkan lagi jika kita bertiga surat-suratan. Jadi aku forward email yang telah kuterima darimu ke dia. Aku juga meminta Adel untuk membalasnya. Disana dia bisa menanyakan langsung apa yang ingin dia ketahui mengenai kehidupanmu di Bandung.
Ini email Adel
adelia.aryani.putri@gmail.com
^_^




1 komentar:

  1. Aslm. kereeen... keren abiz ay... ditunggu kelanjutan ceritanya... :)
    hmmm... kalo baleh kasih saran nih, tambahkan label di untuk novel ay ini. jadi lebih mudah menemukannya secara urut :)

    BalasHapus