RISET BASE LEARNING
PENYAKIT BERSUMBER DARI PATOGEN NON ORGANISME
(NON INFEKSI)
AYU NIRMALA SARI
20611301
PROGRAM
MAGISTER BIOLOGI
SEKOLAH
ILMU TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT
TEKNOLOGI BANDUNG
2012
Riset
Base Learning
Penyakit
Bersumber dari Patogen Non Organisme (Non Infeksi)
Penyakit
Diabetes Mellitus (DM)
Penyakit Diabetes Mellitus (DM)
yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah
adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula
dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh,
dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan
tubuh.
1. Sekilas
Tentang Insulin
Insulin
adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan
mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan
glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu
penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin
yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan
dan merupakan suatu produk farmasi.
a. Proses
Pembentukan dan Sekresi
Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang
baik diatur insulin bersama dengan glukagon yang disekresikan oleh sel alfa
kelenjar pankreas. Sintesis
insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin)
pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian
dihimpun dalam gelembung-gelembung dalam sel tersebut. Proinsulin kemudian
diurai kembali oleh enzim peptidase menjadi insulin dan peptide-C yang keduanya
sudah siap disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Fungsi insulin sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam
darah. Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Diketahui terdapat
beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh
molekul glukosa:
Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membran sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa
lain. GLUT 2 yang terdapat dalam sel beta, diperlukan dalam proses masuknya
glukosa dari dalam darah, melewati membran. Kemudian molekul glukosa akan
mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam sel, dan kemudian
membebaskan molekul ATP.
ATP tersebut akan mengaktifkan penutupan kanal K
pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang
diikuti kemudian oleh tahap pembukaan kanal Ca. Keadaan inilah yang
memungkinkan masukanya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca
intrasel. Suasana ini dibutuhkan untuk proses sekresi insulin melalui mekanisme
yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
Gambar 1.
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
b. Dinamika sekresi
insulin
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan
sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga
sekresinya berbentuk bifasik. Sekresi insulin normal yang bifasik ini akan
terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan
atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa
darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun saat
mendapat beban.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion
response= AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada
rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi
fase 1 (AIR) mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang
diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat
tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat
penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pda gilirannya berkontribusi
besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran
AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses
metabolisme glukosa secara fisiologis, bermanfaat dalam mencegah terjadinya
hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial
spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia
kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir,
muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi
insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif
lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya
diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung
relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan
ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping
faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari
sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin
pada fase 2. Peningkatan produksi insulin terebut pada hakikatnya dimaksudkan
memenuhi kebutuhan tubuh agar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas
normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan
banyak dipengaruhi oleh fase 1.
Biasanya dengan kinerja fase 1 yang normal,
disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan (tanpa resistensi
insulin), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian, tidak
dibutuhkan tambahan sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas noemal
untuk dapat memeprtahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis
yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat
memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai
dampak negatifnya.
2. Tanda
dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu
dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita
kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :
- Jumlah urine yang
dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
- Sering atau cepat merasa
haus/dahaga (Polydipsia)
- Lapar yang berlebihan atau
makan banyak (Polyphagia)
- Frekwensi urine
meningkat/kencing terus (Glycosuria)
- Kehilangan berat badan yang
tidak jelas sebabnya
- Kesemutan/mati rasa pada
ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
- Cepat lelah dan lemah setiap
waktu
- Mengalami rabun penglihatan
secara tiba-tiba
- Apabila luka/tergores
(korengan) lambat penyembuhannya
- Mudah terkena infeksi
terutama pada kulit.
Kondisi
kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan
diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan
cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang
anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada
penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai
gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing
manis.
3. Tipe
Penyakit Diabetes Mellitus
- Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes
tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan
hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita,
anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di
obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus
berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat
mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe
1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya,
sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita
yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah
terserang berbagai penyakit.
- Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes
tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan
semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam
produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas
(respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada
beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,
diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2,
pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti
diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan
pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka
obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Gambar
2. Diabetes Mellitus Tipe
4. Kadar
Gula Dalam Darah
Normalnya
kadar gula dalam darah berkisar antara 70-150 mg/dL {millimoles/liter (satuan
unit United Kingdom)} atau 4-8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United
State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja
terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari
bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula
dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah
normal.
Diagnosa
Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai
level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah
puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula
darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes
jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL,
terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak
alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak
tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group,
Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus,
ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
5.
Hiperglikemia
Penderita diabetes atau diabetesi harus mewaspadai risiko
hiperglikemia sesudah makan. Kadar gula darah yang semakin tinggi akan merusak
jaringan tubuh dan menimbulkan komplikasi terhadap pembuluh darah. Masyarakat
masih beranggapan diabetes sebagai penyakit orangtua atau penyakit karena
faktor keturunan. Padahal, diabetes bisa menyerang segala usia dari berbagai
status sosial. Di
Amerika misalnya, peningkatan jumlah penderita diabetes sejalan dengan semakin
banyaknya penduduk yang mengalami obesitas. Tak aneh bila Ketua Diabetes
Indonesia Prof. Sidartawan Soegondo, M.D., Ph.D, FACE menyarankan untuk
melakukan pemeriksaan kadar gula sedini mungkin saat usia menginjak 30 tahun.
"Hal ini disebabkan perubahan lifestyle anak dan remaja. Akibat
perubahan gaya hidup ini, mereka lebih berisiko mengalami diabetes tipe
2," katanya.
Dunia kedokteran juga mengenal istilah
hiperglikemia postprandial atau kadar gula darah dua jam sesudah makan yang
melebihi nilai normal. Dalam keadaan normal, kadar gula darah dua jam sesudah
makan kurang dari 200 mg/dl. Namun, pada individu dengan diabetes melitus,
kadarnya melebihi atau sama dengan 200 mg/dl. "Penderita diabetes
harus mewaspadai risiko hiperglikemia postprandial karena berisiko terkena
penyakit kardiovaskular. Hiperglikemia postprandial merupakan keadaan yang
berbahaya," kata Prof. Sidartawan kepada sejumlah media di Jakarta,
beberapa waktu lalu. Diabetesi berisiko terkena penyakit kardiovaskular 2-4
kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang bukan pengidap diabetes.
Kondisi pradiabetes juga akan menjadi ancaman menuju penyakit
kardiovaskular. "Seseorang yang mengalami hiperglikemia tidak akan
merasakan gejala apa pun. Walaupun demikian, semakin tinggi kadar gula darah
atau sekitar 160 mg/dl, biasanya akan makin sering kencing atau sering merasa
haus," papar pria kelahiran Amsterdam, 14 Agustus 1944, seraya menambahkan
bahwa semakin tinggi tingkat hiperglikemia postprandial, semakin meningkat pula
risiko penyakit kardiovaskular.
Meningginya
kadar gula dalam darah merusak fungsi sel beta pankreas yang bertugas
mengeluarkan insulin. Kondisi ini akan menyebabkan pembuluh darah mengalami
stres. Lama-kelamaan akan terjadi pengerasan di pembuluh darah atau biasa
disebut aterosklerosis. Sementara itu, Clinical Assistant Professor dari
University of South Florida College of Medicine Vibhuti N. Singh, M.D., M.P.H.,
FACC, FACAI mengungkapkan, plak yang semakin menumpuk menyebabkan
aterosklerosis hingga menyumbat aliran darah. "Pembuluh darah akan semakin
tertekan dan mengganggu irama jantung. Plak mampu melebarkan pembuluh darah dan
penggumpalan darah dan menyumbat arteri sehingga akan merusak jantung,"
ungkap Sigh.
Untuk
itu, sangat penting perawatan sedini mungkin karena rangkaian penyakit yang
menyertainya. Pengendalian yang baik pada glukosa setelah makan dapat
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Prof. Sidartawan menambahkan, hiperglikemia postprandial dapat
diatasi dengan diet dan latihan jasmani. Bila keadaan ini tidak berhasil, maka
diperlukan obat hipoglikemik oral.
6. Pengobatan
dan Penanganan Penyakit Diabetes
Tujuan utama
dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam
kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit
untuk dipertahankan.
Meskipun
demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya
komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu
diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara
mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di
laboratorium terdekat.
Pengobatan
diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang
obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika
mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes
tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan
obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka
dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau
menggunakan insulin.
Berikut ini
pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
- Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea
seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita
diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.
Obat
lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi
meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat
hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika
diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini
kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan
2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol
kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
- Terapi Sulih Insulin
Pada
diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan
per-oral (ditelan).
Bentuk
insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini,
bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju
penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu
nyeri.
Berdasarkan
lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1) Insulin kerja singkat.
Yang
termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini
dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang
ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan
30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat
bertahan samapai 8 jam.
2) Insulin kerja menengah
Yang dipakai
saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH ), MonotardÃ’, InsulatardÃ’. Jenis
ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan
efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3) Insulin kerja panjang
Merupakan
campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam.
Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
4) Insulin infasik (campuran)
Merupakan
kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30 / 40.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
- Keinginan
penderita untuk mengontrol diabetesnya
- Keinginan
penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
- Aktivitas
harian penderita
- Kecekatan
penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
- Kestabilan
kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
Sediaan yang
paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang.
Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol
yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu
insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada
saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat
diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada
pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang
hari.
Beberapa
penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya;
penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin
bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa
penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama
dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk
antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas
insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus
meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan
insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan.
Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti
kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa
jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit
tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).
Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan
mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi
resistensi dan alergi.
Pengaturan
diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan
makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes
cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk
membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk
menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk
mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari
terjadinya komplikasi. Penderita juga harus memberikan perhatian khusus
terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting
untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada
pembuluh darah di mata.
Indikasi terapi dengan insulin :
- Semua
penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
- Penyandang
DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
- Keadaan
stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
- DM
gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
- Ketoasidosis
diabetik.
- Hiperglikemik
hiperosmolar non ketotik.
- Penyandang
DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi
peningkatan kebutuhan insulin.
- Gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat.
- Kontra
indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.
Pemberian
insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan
tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah
diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar
gula darah, yaitu :
·
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
·
Gula darah
< 200 mg % = 5 – 8 unit
·
Gula darah
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
·
Gula darah
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
·
Gula darah
300 – 350 mg% = 20 unit
·
Gula darah
> 350 mg% = 20 – 24 unit
Efek metabolik terapi insulin:
·
Menurunkan
kadar gula darah puasa dan post puasa.
·
Supresi
produksi glukosa oleh hati dan stimulasi utilisasi glukosa perifer.
·
Oksidasi
glukosa / penyimpanan di otot dan perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
·
Mengurangi
glucose toxicity dan perbaiki kemampuan sekresi endogen.
·
Mengurangi
Glicosilated end product
7.
Antidiabetes
- Buformin
Khasiat 5x
lebih dari Metformin, sifatnya banyak kesamaan dengan metformin, t ½ + 3 jam,
dieksresi utuh melalui ginjal. Boformin tidak lagi dipakia karena memiliki
resiko tinggi menyebabkan asidosis laktat (hiperlaktatemia). Asidosis laktat
adalah kondisi yang disebabkan oleh tingkat laktat yang terlalu tinggi dalam
aliran darah dan jaringan, sehingga tubuh tidak mampu menguraikannya.
- Fenformin
Khasiat 20 x
lebih dari metformin tetapi lebih toksik ; resorpsi perlahan & tidak
lengkap, di hati mengalami Biotransformasi, dieksresi melalui ginjal. Fenformin
juga tidak lagi digunakan.
- Metformin
Termasuk
antihiperglikemi oral untuk pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Metformin
dapat digunakan sendiri maupun kombinasi dengan sulfonilurea. Metformin
terutama bekerja dengan jalan mengurangi pengeluaran glukosa hati dengan cara
menghambat glukoneogenesis (Harvey dkk.,2001).
Gambar
3. Mekanisme Kerja Metformin
8.
Propolis
Propolis
berasal dari bahasa Yunani, Pro = sebelum, Polis = kota = Sistim Pertahanan
Kota. Propolis digunakan lebah untuk menambal sarang dan melapisi sel-sel
sarang lebah. Propolis digunakan untuk
melindungi sarang dan larva dari serangan bakteri, virus, jamur dan musuh-musuh
lebah lainnya. Dengan adanya propolis maka sel sarang lebah menjadi sangat
steril bahkan disebutkan sebagai ruangan paling steril di dunia.
Propolis
mengandung :
a. Bioflavonoid, memulihkan sistem
kapilari, memperbaiki kerapuhan dan kebocoran saluran darah (1 tetes Propolis
setara 500 – 700 buah jeruk).
b. Mineral (14 macam, terutama zar
besi dan seng)
c. Protein (16 jenis asam amino)
d. Vitamin (A, B Kompleks, C, D, E)
e. Glukosa
f.
Minyak
Esensial
g. Zat Nutrisi penting lainnya
Propolis
dikumpulkan lebah dari bahan-bahan bunga, daun muda dan kulit tumbuhan. Lalu
dicampur dengan air liur dan lilin lebah. Berfungsi untuk menambal lubang dalam
sarang lebah dan sebagai pelindung populasi lebah dari serangan luar dan
menjaga sarang tetap steril dari virus, bakteri dan jamur. Diperkirakan dari
200 ribu ekor lebah hanya menghasilkan kurang lebih 20 gram propolis dalam satu
tahun. Proses pembuatannya menggunakan alat atau kertas khusus yang dipanaskan
hingga 60-70 derajat Celcius untuk mencairkan dan menjaring lilin lebah dan
kotoran lain sebelum menjadi Water Base. Propolis ex Amazone, Brazil yang
terkenal memiliki sumber flavonoids paling kaya di dunia.
Fungsi
Utama Propolis Bagi Tubuh Manusia:
a.
Detoksifikasi
(Cleansing), membersihkan dan membuang penyebab-penyebab timbulnya penyakit
dalam tubuh
b.
Antibiotik
alami. (Tidak ada dampak sampingan) meningkatkan kinerja kelenjar tymus yang
merupakan pertahanan dan tentang kehidupan. BIOFLANOVOID pada propolis dapat
menghancurkan bakteri yang kebal terhadap antibiotic sintetis.
c.
Meningkatkan
imunitas (Kekebalan tubuh) meningkatkan aktifitas dan perbanyakan limfosit T
dan magrofag yang berguna memusnahkan zat asing dalam tubuh
d.
Antioksidan
(Mencegah tumor dan kanker) menetralisir dan membuang racun, zat radikal bebas
dan melengkapi electron sel tubuh
Sumber