Menyakitkan memang kehilangan sesuatu atau bahkan seseorang yang
sangat kita inginkan untuk dimiliki. Memilukan memang bila itu terjadi saat
kita merasa telah sempurna karenanya. Terkadang manusia terlalu angkuh dengan
kebahagiaan yang sedang dia jalani sehingga lupa bersyukur untuk kebahagiaan
itu dan cenderung mengeluh karena belum mendapatkan kebahgiaan lain yang ingin
dia rasakan.
Aku mengalaminya!
Aku melakukannya!
Dulu, sebelum aku ditampar oleh kenyataan
yang dihadiahkan Allah untukku.
Dan celakanya, apa yang kulakukan itu,
dulu, telah menyakiti orang yang menyayangiku **mari kita baca, menyayangiku
dengan tulus.
Sikapku yang berlebihan membuatnya tersakiti perlahan, hingga keputusannya untuk pergi dan beranjak dari hidupku
pun didukung oleh orang-orang terdekatku.
Kepergian dia dari hidupku yang direstui
oleh mereka yang notabene adalah orang-orang yang sangat mencintaiku bukan
tanpa alasan.
Mereka ingin aku belajar banyak dengan
kesendirianku.
Mereka ingin aku memperbaiki sikapku yang
salah.
Bisa kukatakan aku pernah mencoba
mengakhiri hidupku saat dia pergi. Bukan berlebihan bila kukatakan *separuh
jiwaku pergi*,, sedikit meminjam lirik lagunya Mas Anang ^_^.
Karena penyesalan yang menghantuiku yang
membuat aku menjadi benar-benar terpuruk saat itu. Ditinggalkan untuk alasan
yang hebat, aku terlalu egois.
Setelah hari itu, 13 Mei 2009. Dimana itu
untuk terakhir kalinya aku menjadi orang yang pertama kali tahu apapun
tentangnya. Entah lah,, apa ah cinta yang datang setelah hari itu benar-benar
singgah di hatiku atau tidak. Aku tak pernah mengerti. Yang aku tahu dan kusadari penuh adalah bahwa aku tak pernah berhenti memikirkannya.
Terlebih ketika aku mendengarkan cerita
salah seorang sahabatku yang sempat berbicara dengannya setelah dia pergi, dia
menjelaskan tentang alasan dia meninggalkanku. “Aku menyayanginya. Sangat sayang. Tapi
dengan terus bersamanya dan melihatnya menangis setiap hari karena terluka
oleh sikap dia sendiri jauh lebih menyakitkan. Lebih baik kami berpisah. Ini
yang terbaik saat ini. Aku ingin melihat dia dua atau tiga tahun lagi, semoga
dia bisa berubah.”
Saat itu darahku seperti mendidih mendengar
pengakuannya. Siapa dia yang berani bicara seperti itu?! Seolah-olah aku akan
selamanya mau bersamanya, seolah-olah aku akan menunggunya seumur hidupku!!
Selama dua tahun aku menjalani hubungan
yang baru dengan seseorang yang sebelumnya adalah sahabatku, dia tak pernah
berhenti untuk menghubungiku. Meski kenyataanya dia lebih sering kuabaikan
karena tak ingin menyakiti laki-laki yang sedang kupacari. Dia sering bertanya
tentang kabarku. Menanyakan apakah aku baik-baik saja dan sebagainya. Aku tetap
menjaga komunikasi dan hubungan baikku dengan semua anggota keluarganya yang
telah kukenal dengan baik.
Dan, ketika kekasihku setelahnya
berselingkuh pun, dialah orang yang pertama kali menghiburku. Hadirnya (lagi)
dalam hidupku membuatku merasa nyaman, aku bisa bercerita apa saja padanya. Tentang
perpisahanku, dia tak ingin terlalu menanggapi, karena toh mungkin dia
menyadari, bahwa dia juga dulu orang yang pernah meninggalkanku, meski
terkadang dia bertanya tentang bagaimana aku menjalani hubunganku dengan orang
setelahnya dan sedikit pertanyaan tentang keberadaan orang yang telah
menyakitiku itu. Namun satu hal yang selalu
aku ingat adalah, dia melarangku untuk menangisi laki-laki yang telah
mengkhianatiku. Dan ya, aku tahu memang itu tak pantas kulakukan.
Hari-hariku tak pernah sepi. Selalu ada semangat
yang kudapat darinya, baik itu setelah berkomunikasi lewat sms, telpon ataupun
webcam,
Beberapa kali kami bertemu untuk
menghabiskan liburan bersama, baik itu di Jakarta, Bogor ataupun Bandung. Yaa,
sekedar berbagi cerita, menghibur diri karena tekanan kuliah dan pekerjaan dan
melepas rindu karena hampir 3 tahun kami tidak pernah lagi menghabiskan waktu bersama,
walau hanya untuk sekedar makan atau menonton film.
Menyenangkan memang bisa tetap berhubungan
baik dengan orang yang pernah sangat dekat dengan kita. Akan sangat tidak nyaman buatku bila harus
bermusuhan dengan mantan pacarku. Hey! Sangat kekanakan sekali. Bagaimanapun dia
orang yang pernah dekat dengatku, berbagi apa saja denganku, tertawa dan
menangis bersama dengankku.
Hingga pertemuan kami bulan Mei ini membuatku tersadar bahwa yang kutunggu
darinya selama ini hanya satu hal, pengakuannya!
Ya,, alasan dia meninggalkanku adalah karena
sikapku yang membuat dia terluka. Semuanya. Sikap kekanak-kanakanku, egoisku. Manjaku
yang berlebihan. Dia jenuh.
Dan percaya atau tidak, aku saja jijik bila
mengingat bagaimana menyebalkanya aku dulu, terkadang aku menertawakan sikapku
dulu bersama teman-temanku disini.
Diawali dengan pernyataan bahwa dia msih
menyayangiku (ya, aku pun sebenarnya sudah tahu itu, dan entah kenapa aku
berinsiatif menanyakan hal bodoh itu kepadanya hingga membuat dia tertawa
geli), kemudian aku mendengar hal yang sudah aku tunggu selama 3 tahun terakhir
dalam hidupku.
“Aku senang melihat perubahanmu sekarang.
Kau sudah jauh berubah, tidak hanya baik,
tapi jauh lebih baik dan ......... (ada hal-hal yang tak perlu diceritakan
).............”
Dengan perasaaan yang begitu lega, aku
mengucapkan terima kasih. Entah kenapa ada rasa bahagia yang luar biasa yang
kurasa saat mendengar pengakuan dari laki-laki yang sangat aku kagumi itu. Setelah
semua kehilangan yang kualami, akhirnya aku bisa membuat dia mengakui bahwa usahaku
sudah berhasil.
Celakanya, setelah semua itu baru kusadari
bahwa selama ini aku menjalani hidupku hanya untuk membuktikan padanya aku bisa
berubah. Aku mati-matian berusaha menyelesaikan studi s1 ku dalam waktu 7 semester,
aku mengikuti berbagai seminar-seminar psikologi, aku melanjutkan studiku ke
jenjang Magister. Semua yang bisa kulakukan untuk memperbaiki diriku. Apapun itu! Apapun yang
kulakukan untuk membuatku mnjadi lebih baik. Aku bertanya banyak pada
orang-orang yang kutemui tentang bagaimana seharusnya aku bersikap dan
menjalani hidupku. Aku belajar semua itu.
Dan ya,
harus aku akui, bahwa dia sangat berpengaruh dalam hidupku. Terlepas dari
tangis yang pernah dihadiahkan untukku setelah dia pergi, dia masih orang yang
sangat berjasa dalam hidupku. Kedewasaannya telah membantu mengubah pola pikirku.
Aneh ya, Allah menegur kita terkadang
dengan cara yang tidak akan kita suka, namun terkadang harus begitu lah supaya
kita sadar bahwa kita perlu memperbaiki diri agar menjadi manusia yang lebih
baik ke depannya.
Untuknya, rasa terima kasihku yang begitu
besar. Semoga silaturrahmi kami selalu terjaga. Tak salah rasanya jika selama
ini aku selalu mendoakan kebaikan untuknya. Semoga dia selalu menjadi abang yang
baik untuk adik-adiknya dan menjadi anak kebanggan keluarganya.
Semoga kami sama-sama sukses dan menemukan
jodoh yang baik. Amin ya rabb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar